Jumat, 25 Desember 2015

Sejarah Wayang Golek Sunda


Wayang Golek adalah salah satu bentuk seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang di daerah Jawa Barat. Daerah penyebarannya terbentang luas dari Cirebon di sebelah timur sampai wilayah Banten di sebelah barat, bahkan di daerah Jawa Tengah yang berbatasan dengan Jawa Barat sering pula dipertunjukkan pergelaran Wayang Golek.Perkembangan wayang golek yang terus dialami sampai sekarang selalu menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Perkembangan wayang golek menurut Salmun dimulai oleh perkembangan wayang kulit pada jaman Erlangga berkuasa pada tahun 1050 M. Ketika itu hanya diceritakan seperti dongeng (Salmun, 1961 : 10-27)
Atja & Saleh Danasasmita, (1981) mengatakan bahwa hampir dapat dipastikan bahwa orang yang membawakan dongeng (juru cerita) itu adalah dalang.
Naskah Sunda Kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian yang ditulis tahun 1518 M, menyebutkan bahwa :  “hayang nyaho disakweh ning carita ma, geus ma: Darmajati, Sanghyang Bayu, Jayasena, Sedamana, Pu Jayakerma, Ramayana, Adiparwa, Korawasrama, Bimasora, Ranggalawe, Boma, Sumana, Kala Purbaka, Jarini, Tantri; sing sawatek carita ma memen tanya. Jika ingin tahu semua cerita, seperti: Darmajati, Sanghyang Bayu, Jayasena, Sedamana, Pu Jayakerma, Ramayana, Adiparwa, Korawasrama, Bimasora, Ranggalawe, Boma, Sumana, Kala Purbaka, Jarini, Tantri; ya segala macam cerita, tanyalah dalang”.
Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Sunda mengenal kesenian wayang sudah cukup lama, seperti terbukti dengan disebutkannya beberapa judul cerita di atas.

Pada tahun 1583, Sunan Kudus membuat wayang golek, maksudnya dapat ditonton pada siang hari (Sopandi, 1984:69). Hasil ciptaan inilah dikemudian hari berkembang di Jawa Barat. Daerah yang pertama dimasuki adalah Cirebon, bahasa yang digunakannya pun masih bahasa Jawa.
Tema yang selalu ditampilkan adalah mengenai kisah-kisah Wong Agung Menak yang mempunyai nama-nama seperti Amir, Amir Mukminin, Jayadimurti, Jayengjurit, Jayenglaga, Jayengsatru, dll. Wayang tersebut dikenal dengan nama Wayang Cepak.
Pada Tahun 1808-1811 setelah ada jalan pos yang dibangun Daendels, wayang golek mulai masuk ke Priangan (Sopandi, 1984:70). Bahasa yang dipakai sudah Bahasa Sunda, sehingga pada waktu itu mulai banyak dalang dan masyarakat yang menggemari wayang golek.
Setelah Perang Dunia II di Jawa Barat ada wayang modern yang diciptakan oleh R.U. Partasuwanda. Perkembangannya dimulai pada jaman Jepang. Ketika itu orang sangat sulit untuk menyaksikan pertunjukan wayang golek karena pemerintah Jepang membuat larangan agar tidak ada pesta yang melewati pukul 24.00 sedangkan pertunjukan wayang golek memerlukan waktu yang cukup panjang.
Banyak masyarakat yang mengajukan permintaan pada pemerintah Jepang agar wayang golek disiarkan melalui radio dan akhirnya jawatan radio Jepang menerima permintaan tersebut. Dalang pertama yang menyanggupi mengisi acara tersebut adalah R.U. Partasuwanda, tetapi waktu pertunjukannya pun hanya 3 jam. Dalam keadaan seperti itu, R.U. Partasuwanda mencoba membuat wayang golek yang bisa dipentaskan selama 3 jam. Dengan diilhami oleh pertunjukan sandiwara, ia menciptakan wayang model baru yang kemudian dikenal dengan wayang modern.
Dari dalang generasi R.U. Partasuwanda sampai pada tahun 1980-an Wayang golek mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama pada tahun 1980-an setelah hadirnya dalang (alm) H. Ade Kosasih Sunarya dan H. Asep Sunandar Sunarya.
Wayang golek mulai mendapat tempat di masyarakat hal ini dikarenakan kreatifitas mereka untuk bisa menarik massa. Eksistensi kedua dalang tersebut sampai saat ini masih mempengaruhi perkembangan wayang golek di Jawa Barat karena keduanya selalu beradaptasi terhadap apresiasi masyarakat.

LANGKAH-LANGKAH MERESENSI BUKU

Berikut ini adalah langkah-langkah praktis yang dapat Anda gunakan untuk membuat resensi sebuah buku.
1. Melakukan penjajakan atau pengenalan buku yang diresensi, meliputi:
·  Tema buku yang diresensi, serta deskripsi buku.
·  Siapa penerbit yang menerbitkan buku itu, kapan dan di mana diterbitkan, tebal (jumlah bab dan halaman), format hingga harga.
·  Siapa pengarangnya: nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan presentasi buku atau karya apa saja yang ditulis sampai alasan mengapa ia menulis buku itu.
·  Penggolongan / bidang kajian buku itu: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi, sosiologi, filsafat, bahasa, sastra, atau lainnya.
2. Membaca buku yang akan diresensi secara menyeluruh, cermat, dan teliti. Peta permasalahan dalam buku itu perlu dipahami dengan tepat dan akurat.
3. Menandai bagian-bagian buku yang memerlukan perhatian khusus dan menentukan bagian-bagian yang akan dikutip sebagai data acuan.
4. Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi.
5. Menentukan sikap atau penilaian terhadap hal-hal berikut ini:
·  Organisasi atau kerangka penulisan; bagaimana hubungan antar bagian satu dengan lainnya, bagaimana sistematika, dan dinamikanya.
·  Isi pernyataan; bagaimana bobot idenya, seberapa kuat analisanya, bagaimana kelengkapan penyajian datanya, dan bagaimana kreativitas pemikirannya.
·  Bahasa; bagaimana ejaan yang disempurnakan diterapkan, bagaimana penggunaan kalimat dan ketepatan pilihan kata di dalamnya, terutama untuk buku-buku ilmiah.
·  Aspek teknis; bagaimana tata letak, bagaimana tata wajah, bagaimana kerapian dan kebersihan, dan kualitas cetakannya (apakah ada banyak salah cetak).
Sebelum melakukan penilaian, alangkah baiknya jika terlebih dahulu dibuat semacam garis besar (outline) dari resensi itu. Outline ini akan sangat membantu kita ketika menulis.
6. Mengoreksi dan merevisi hasil resensi dengan menggunakan dasar- dasar dan kriteria-kriteria yang telah kita tentukan sebelumnya.
Bahan dikutip dari sumber:
Judul Buku : Dasar-dasar Meresensi Buku
Penulis : DR. A.M. Slamet Soewandi
Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Tahun : 1997
Halaman : 6 - 7

Minggu, 08 November 2015

Autobiografi

          Assalamu’alaikum Wr.Wb . Nama saya Aulia Salsabila, bisa dipanggil salsa atau caca , mungkin kalau sebutan caca kurang cocok dengan nama saya. Nama panggilan caca berawal mula dari tetangga rumah, mungkin karena tidak bisa ngomong sasa jadinya caca. Ada juga temen SMA saya memanggil saya dengan sebutan Aul , buat saya terserah mau manggil yang mana. Ayah saya bernama Fatkhuro dan Ibu saya bernama Siti Hapsah. Saya anak ke dua dari dua bersaudara, bisa dibilang saya anak bontot. Saya mempunyai kakak cowo bernama Faisal Muhammad. Banyak yang bilang kalau saya dan kakak saya tidak mirip sama wajah saya. Kadang kalau sedang pergi berdua dengan kakak saya , banyak yang mengira kalau saya pergi dengan pacar saya. Padahal yang sedang pergi sama saya adalah kakak saya. Golongan saya dan kakak saya juga sama, saya bergolongan darah AB sama seperti kakak saya juga. Golongan AB itu gabungan dari golongan darah Ayah saya “A” dan Ibu saya bergolongan “B” , maka jadilah “AB” . Lumayan rumit juga sih.

             Saya lahir di kota Tegal tepatnya di rumah sakit kardinah kota tegal pada hari Selasa, tanggal 01 Juli 1997. Saya lahir sesar, sebenarnya saya lahir tanggal 30 Juni , karena belum ada kontraksi pada perut ibu saya. Akhirnya saya lahir tanggal 01 Juli tepatnya saat HUT POLWAN. Saya ada sedikit cerita mengenai nama saya yang bernama Aulia Salsabila. Awal saya lahir, ibu saya memberi nama Aulia Dwi Hapsari, karena Ayah saya tidak menyetujuinya maka nama yang awalnya Aulia Dwi Hapsari diganti dengan nama Aulia Salsabila. Aulia Salsabila ini mempunyai arti “Aulia” yang berarti pemimpin dan “Salsabila” yang berarti nama mata air disurga. Mungkin ayah saya memilih nama tersebut karena ingin saya menjadi seorang pemimpin, misalnya kepala sekolah atau dalam forum. Dan juga bisa masuk surganya allah .

          Saya dilahirkan dari keluarga yang sederhana, ayah saya bekerja sebagai guru smp dikota Tegal, sedangkan Ibu saya bekerja sebagai guru paud dan mengajar TPQ di lingkungan rumah saya. Walaupun bayaran nya tidak sebanyak pegawai pemda tapi saya sangat bersyukur kepada kedua orang tua saya, karena mereka sudah mempunyai pekerjaan yang halal, dan bisa membiayai sekolah saya serta kakak saya hingga kuliah. Kedua Orang tua saya selalu mendidik kami dengan baik dan penuh kasih sayang, serta selalu mengajarkan berbagai hal positif terutama tentang agama. Ayah saya selalu menasehati supaya saya tidak lupa sholat 5 waktu, mengaji,serta berbagai aktivitas yang berhubungan dengan ajaran islam. Dirumah saya terdapat 5 penghuni rumah, diantaranya saya, kakak saya, Ayah,dan Ibu saya, serta nenek saya. Nenek saya yang sudah berumur 78 tahun, alhamdulillah beliau masih diberi kesehatan. Saya harap nenek saya akan selalu sehat hingga saya sukses, khusus nya kedua orang tua saya.

          Hobi saya adalah memasak, saya sangat senang sekali memasak. Awal mula saya menyukainya, saat saya melihat Ibu saya memasak. Saya sesekali membantu Ibu saya memasak, dan menanyai bumbu apa saja yang akan digunakan. Setelah sudah terbiasa membantu Ibu saya memasak, saya mencoba membuat masakan sendiri. Contoh nya saat itu saya membuat ikan lele mangut, awalnya saya hanya sekedar coba-coba. Setelah sudah matang ternyata rasanya cocok . masakan kedua yang menjadi makanan yang disukai orang rumah adalah sambel terasi buatan saya. Menurut orang rumah sambel buatan saya beda dengan sambel buatan orang lain, maka dari itu orang rumah sangat kangen dengan sambel buatan saya.

             Sekarang saya tinggal di brebes, sebelumnya saya pernah tinggal di tegal hanya dua tahun saja tinggal ditegal, lalu saya pindah kedaerah asal Ibu saya di cirebon jawa barat. Tepatnya di desa blender kecamatan karangsembung. Disanah saya menumpang rumah orangtua Ibu saya, hanya sampai empat tahun saja saya tinggal disanah, lalu ayah saya membeli rumah diperumahan griyatama gandasuli brebes. Kebetulan sekali ayah saya mengajar sekolah menengah pertama di daerah tegal, jadi rumah yang baru ini bisa dekat dengan pekerjaan Ayah saya yang sebagai seorang guru ditegal.
Pengalaman saya saat duduk dibangku sekolah dasar, saya bersekolah di SD N 03 Brebes. Saya sangat ingat sekali saat saya sekolah sd Ibu saya selalu menjemput saya dengan menggunakan sepeda. Saya tidak pernah malu , walaupun teman-teman saya banyak yang dijemput dengan kendaraan yang mewah. Jika Ibu saya tidak menjemput saya maka saya pulang berjalan kaki sampai rumah,walaupun jaraknya lumayan jauh. Setelah sudah kelas 4 sd saya berangkat dengan menggunakan sepeda, karena saya tidak mau merepotkan Ibu saya yang harus rela panas-panasan demi saya. Sampai kelas 6 sd saya selalu berangkat dengan menggunakan sepeda. Tepat saat kelas 6 saat itu saya melaksanakan ujian nasional, walau sempat was-was tapi saya optimis akan lulus. Alhamdulillah saya lulus sd dengan nilai yang memuaskan.

                Akhirnya setelah lulus sekolah dasar pada tahun 2009, saya melanjutkan sekolah yang lebih tinggi pada tahun tersebut. Saya memilih melanjutkan di SMP N 1 BREBES. Pada hari pertama saya masuk, saya sangat canggung dikarenakan jumlah siswa yang lebih dari 600 orang tentunya memiliki karakter dan tingkah laku yang beragam. Kebanyakan teman-teman saya melanjutkan SMP N 2 BREBES. Saat itu saya benar-benar mencari teman baru lagi, lalu pertama saya kenal dengan teman baru saya yang bernama khofidoh dia satu bangku dengan saya. saya sangat akrab sekali dengan nya. Tetapi kelas 8 saya tidak sekelas dengan nya,walaupun tidak sekelas tetapi saya dengan dia masih menjaga komunikasi. Setelah kelas 9 smp adalah penentuan kelulusan, saya benar-benar cemas karena persyaratan kelulusan yang ketat dan mata pelajarannya pun agak banyak dari sd. Maka dari itu sebelum saya masuk dibangku kelas 9 saya sudah mempersiapkan materi yang akan digunakan untuk ujian nasional. Maka tepat hari intinya saya sudah siap untuk mengerjakan ujian nasional. Alhamdulillah saya lulus SMP dengan nilai yang memuaskan.

           Setelah lulus SMP pada tahun 2013, saya melanjutkan sekolah SMA pada tahun tersebut. Saya memilih melanjutkan di SMA N 3 BREBES, sebelumnya saya ingin bersekolah di SMA 4 Tegal tetapi karena terbatasnya kendaraan dan jaraknya lumayan jauh. Akhirnya saya memilih yang dekat saja, yang kedua karena ibu saya menyuruh saya sekolah disitu. Pada angkatan saya, SMA saya sangat maju sekali. Dari kejuaraan perlombaan, mulai dari ekskul pmr, tonsus, pramuka, dll. Saya sangat bangga sekali karena pada angkatan saya sekolah saya lebih bagus. Pada waktu SMA saya mengikuti eksul pmr, dari situ saya belajar banyak. Mulai dari cara-cara menolong orang pingsan, pertolongan pertama (PP), dan masih banyak lagi. Saya mengikuti eksul pmr ini sampai saya kelas tiga SMA. Berkat pengalaman ini saya bisa mengetahui cara-cara menolong orang , jika ada suatu kejadian. Suatu ketika ada perlombaan pmr tingkat kabupaten. Alhamdulillah sma saya mendapatkan juara 2 . Saya merasa bangga karena ilmu yang saya dapatkan bisa bermanfaat juga, semoga saja ilmu pmr ini bisa bermanfaat untuk semua nya.

         Pada tahun 2015 bulan April di kelas tiga SMA saya melaksanakan ujian nasional (UN) tepatnya pada tanggal 15 April 2015. Saya ketakutan menghadapi ujian ini, karena ini merupakan ujian yang menentukan masa depan saya. oleh itu saya sangat bersungguh-sungguh saat belajar. Saya kurangi berpergian dengan teman-teman, mengurangi kegiatan yang tidak penting juga. Karena saya tidak ingin mengecewakan kedua orang tua saya yang telah bersusah payah menyekolahkan saya sampai sekarang. Yang selalu menyayangi dan memberikan yang terbaik untuk anaknya. Maka dari itu saya saya harus memberikan yang terbaik untuk mereka, terutama pada ibu yang telah mengandung saya selama 9 bulan dengan mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan anaknya. Yang telah menyusui dan membesarkan saya dengan penuh kasih sayang. Yang mana sampai saat ini saya tidak akan bisa membalas semua itu. Tapi saya akan lakukan yang terbaik untuk membalas semua jasa yang telah diberikan kepada saya dan saya anggap jasa yang telah diberikan selama ini kepada saya merupakan hutang yang harus saya lunasi kepadanya.

             Setelah ujian nasional selesai diselenggarakan, Pada tanggal 15 mei 2015. Yang mana pada hari  itu kelulusan saya diumumkan lewat sebuah amplop dari sekolah. Sebelum saya menerima amplop tersebut saya berdo’a di dalam hati agar diberi kelulusan dengan nilai yang sesuai kemampuan saya. Saya merasa takut, cemas namun saya penasaran untuk membukanya, jantung saya mulai berdebar kencang. Setelah saya buka amplopnya, alhamdulillah tertulis bahwa saya saya dinyatakan lulus. Saya sangat bersyukur sekali,lalu saya bersujud syukur, dan menangis bahagia. Setelah itu setelah kelulusan, saya sangat ingin sekali kuliah. saya mencoba mendaftar SNMPTN dan SBMPTN, tetapi saya tidak lolos. Setelah itu saya mendapat info dari teman saya, dan mengajak saya untuk mendaftar di Universitas PGRI SEMARANG. Kebetulan Ayah saya menyetujui saya sekolah diluar kota, lalu saya dan teman saya mendaftar melalui online, dan seminggu kemudian saya dan teman saya mengikuti tes tertulis langsung di kampus universitas pgri semarang. Waktu itu saya memilih jurusan pendidikan bahasa dan sastra indonesia dan pilihan kedua Bimbingan dan konseling. Alhamdulillah saya diterima di jurusan pendidikan bahasa dan sastra indonesia di universitas pgri semarang. Tepat sekali sesuai keinginan ayah saya, karena ayah saya ingin saya menjadi seorang guru terutama guru bahasa indonesia.

          Sekarang saya tinggal indekos tentu membuat saya dan kedua orang tua saya terpisah oleh jarak dan waktu. Tapi walaupun begitu saya selalu mendoakan yang terbaik kepada orang tua saya, agar selalu diberi kesehatan sampai saya sukses kelak. Indekos saya berada cukup dekat dengan kampus saya. Tepatnya di Jalan Hiri Raya Hiri IV no 11. Setelah mulai ada kegiatan sebelum aktif perkuliahan, ada satu kegiatan itu yaitu PIESQ dan PEKKA. Pada saat kegiatan PIESQ yang diadakan di universitas pgri semarang disanah saya mendapatkan banyak sekali ilmu dan pengalaman yang menarik. Terutama karakter yang ada didalam diri kita. Setelah kegiatan PIESQ lalu dilanjutkan dengan acara PEKKA kepanjangan dari Pengenalan Kehidupan Kampus. Pada kegiatan pekka , kami dikenalkan berbagai kegiatan di universitas pgri, mulai dari ukm, tempat ruangan yang akan menjadi tempat kami kuliah, dll.


Semoga saja saya disini nyaman dengan suasana yang baru tentunya. Dan dijauhkan dari hal negative, dan tentunya saya tidak ingin mengecewakan kedua orangtua saya. Sekali lagi saya berterima kasih kepada orang tua saya, Ibu dan ayah saya yang selalu mendoakan saya. Saya akan terus bersyukur dan bekerja keras demi sebuak kesuksesan saya dari sekarang dan untuk masa yang akan datang. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jumat, 23 Oktober 2015

Mawas Diri Menakar Berani
       Dalang Ki Jlitheng Suparman






Pada Hari Selasa tanggal 20 Oktober 2015, wayang kampung sebelah telah hadir di balairung Universitas PGRI Semarang untuk memeriahkan acara Bulan Bahasa . Kali ini wayang kampung sebelah akan menampilkan pertunjukan yang berjudul Mawas Diri Menakar Berani. Cerita nya tentang pemilihan kepala desa, salah satu calon nya adalah pak somad. Berikut awal ceritanya.

Di awali dengan musik pembuka yang di iringi oleh alat musik drum, gitar, gendang, suling, dan masih banyak lagi. Setelah musik sudah selesai, maka masuk lah Eyang Sidik Wacono memimpin penghitungan suara pilkades. Mendadak papan tulis untuk mencatat penghitungan suara hilang. Parjo selaku kepala keamanan ditanya tidak tahu. Begitu pun Sodrun ketika ditanya malah salah persepsi merasa dituding sebagai biang hilangnya papan tulis. Ternyata papan tulis itu disimpan oleh Suto Coro sebagai kepala rumah tangga kelurahan. Terjadi perdebatan sengit antara Suto Coro dan Mbah Sidik yang berakhir dengan kesanggupan Suto Coro meminjamkan papan tulis. Lalu parjo memberikan hasil suara dan ternyata pak somad yang memenangkan pilkades tersebut.

       Ada beberapa warga yang tidak terima atas dipilihnya pak somad, banyak yang bilang bahwa kemenang pak somad tidak sesuai. Pak somad berbuat curang, salah satunya dengan melakukan black campaign atas dirinya. Selain itu tindakan money politik, salah satunya dalam bentuk tindakan serangan fajar luar biasa besar.

Esok harinya Kampret bertandang ke rumah Karyo mengajak ngobrol tentang sukses pilkades dengan pemenang Pak Somad. Karyo menanggapi dingin. Gegap gempitanya pesta demokrasi pilkades dia yakini tak mengubah apa-apa. Dari bentuk bantuan atau subsidi untuk orang miskin, ada yang menerima ada pula yang tidak menerima. Lantas kemana menguapnya dana bantuan ini? Para warga mulai curiga atas sikap somad, dari mulai cara bicaranya  berbelit-belit.

Setelah terpilihnya pak somad sebagai kepala desa,lalu beberapa hari kemudian pak somad mengadakan acara tasyakuran lurah somad. Sederetan artis berkiprah di atas panggung artis tersebut adalah syarani, inul, dan roma irama. Sore nya Kampret mengajak Karyo menyaksikan panggung hiburan dalam rangka tasyakuran kemenangan Somad sebagai lurah baru Desa Bangunjiwo.

Menghibur penonton yang memadati acara tasyakuran Lurah Somad. semua nya ssangat antusias. lalu tiba-tiba Kampret yang mabuk merasa terusik kesenangannya atas ulah Jhony. Ia segera naik ke atas panggung meminta Jhony berhenti ngoceh, agar kemudian hiburan dangdut dilanjutkan. Jhony marah menuding Kampret sebagai pendukung Somad yang tidak terima atas protesnya. Ia pun menantang Kampret berkelahi. Tapi pemuda sang pemabuk itu menanggapi dengan senyum sinis. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak mendukung siapa pun. Dirinya adalah sang pemabuk netral.

          Jhony yang merasa terdesak dalam perdebatan itu langsung menyerang Kampret. Perkelahian keduanya memicu tawur massa.

Karyo mendatangi Pak Gendut seorang anggota polisi, Mbah Modin, Pak Somad, dan Parjo, para tokoh masyarakat yang tengah berada di lokasi kerusuhan memantau situasi. Karyo langsung nyemprot para tokoh itu yang tidak bergerak apa-apa bahkan seakan menikmati kerusuhan yang sedang terjadi. Pak Gendut didesak supaya segera bergerak meredam kerusuhan.

           “Dengan cara bagaimana?” tanya Pak Gendut.

        “Lho kok malah tanya saya? Kalau saya yang harus jawab, Pak Gendut lepas seragam saja biar saya pakai! Ya dengan segala cara apa pun yang penting kerusuhan berhenti,” jawab Karyo.

         Tidak semudah itu. Menghentikan kekerasan mustahil tanpa cara tegas dan keras. Memangnya menghentikan kerusuhan cukup dengan pidato atau memohon-mohon? Tapi kalau menggunakan cara tegas dan keras, polisi harus berhadapan dengan pasal-pasal HAM. Polisi akan dihujat dan disalahkan oleh siapa saja karena menggunakan kekerasan. Polisi bergerak salah, tidak bergerak juga salah. Terus terang, di negara ini polisi pun hanya bisa serba salah.

        Karyo bingung. Ia mendesak pak Somad sebagai lurah yang baru harus bisa mengendalikan situasi. Pak Somad pun berkilah, karena ia pejabat baru maka belum menguasai medan. Ia perlu mempelajari situasi dan kondisi terlebuh dahulu, berkoordinasi, baru bisa menentukan tindakan yang harus diambil.

      “Waaaa… rakyate selak modar, Pak!” teriak Karyo. Calon pemimpin sebelum berkuasa itu seharusnya sudah lebih dulu menguasai masalah, bukan berkuasa dulu baru mempelajari masalah. Kalau sikap dan pola pikir calon-calon pemimpin di negeri ini seperti itu, mustahil ada pemimpin yang benar-benar menguasai masalah dan mampu menyelesaikannya. Kaderisasi pemimpin di negara ini memang benar-benar bermasalah.

Karyo sudah benar-benar tak habis pikir. Di kerusuhan itu, rakyat saling berbenturan. Setiap saat nyawa mereka bisa melayang tanpa mau menunggu keputusan rapat-perdebatan prosedur hukum.

           “Itulah jenis kelamin demokrasi kita saat ini, Lik!” cetus Kampret yang tiba-tiba muncul di perbincangan. Demokrasi yang tidak mempermudah penyelesaian masalah tapi justru memperumit penyelesaian masalah. Lagian, lha wong Pak Somad, Mbah Modin, Pak Gendut dan Mas Parjo itu orang-orang yang cari selamat kok disuruh menyelamatkan orang. Bagaimana bisa? Demokrasi di negeri ini sebatas mengajak orang melihat betapa nikmatnya kekuasaan, bukan betapa beratnya kekuasaan. Logikanya, orang cenderung menghindar dari pekerjaan-pekerjaan berat. Anehnya kita berkelahi mati-matian untuk memperebutkan pekerjaan yang berat. Betapa hebatnya bangsa ini yang ternyata dipenuhi manusia-manusia super yang berebut siap menanggung beban beratnya kekuasaan.setelah berdebat maka semuanya sepakat akan menggantikan lurah pak somad dengan yang lain, agar tidak terjadi suatu keributan yang lebih parah. Setelah sudah selesai, lalu ditutup dengan alunan musik gamelan dan drum, serta suling. Permainan lampu yang menjadi penutup pertunjukan wayang ini.

Sabtu, 17 Oktober 2015

Ulasan film sukarno

Pada kali ini Universitas PGRI Semarang, khususnya semua mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni pada tanggal 15 Oktober 2015 telah menonton film soekarno,yang bertempat digedung balairung yang bertujuan untuk memperingati Bulan Bahasa yang dilaksanakan pada bulan Oktober ini. Film yang disutradai oleh Hanung Bramantyo berjudul Soekarno: Indonesia Meredeka, mengisahkan dengan ringkas dan cerdas fase-fase kisah kehidupan Sukarno Sang Proklamator. 

Dimulai dengan kisah kelahiran Sukarno dari pasangan Raden Soekemi Sosrodiharjo (diperankan Sujiwo Tejo) dan Ida Ayu Nyoman Rai (diperankan Ayu Laksmi). Sukarno kecil memiliki nama Kusno Sosrodiharjo, namun karena selalu sakit-sakitan maka sang ayah yang berlatar belakang Muslim dan Kejawen memutuskan untuk mengganti namanya melalui tradisi selamatan dengan nama baru, Sukarno (diperankan Emir Mahira). Setelah berganti nama kini sukarno sudah lebih baik, dan sudah tidak sakit-sakitan lagi.

Film beralih mengisahkan kehidupan Sukarno pada masa remaja (14 tahun) saat mana dia memasuki Hoogere Burger School (HBS) dan tinggal bersama Oemar Said Cokroaminoto, pimpinan organisasi Syarikat Islam di Surabaya. Sukarno kerap mendengar pidato-pidato Cokroaminoto yang menggelegar mengritisi sistem kolonialisme. Petikan pidato Cokroaminoto yang inspiratif, “Marilah kita menjadi tuan-tuan atas dirinya sendiri!”. Sukarno remaja terlibat percintaan dengan seorang remaja Belanda, namun oleh karena perbedaan status sebagai bangsa penjajah dan bangsa jajahan, maka remaja Sukarno mendapatkan perlawanan keras dari keluarga sang gadis. Mendapat perlakuan diskriminatif dan pelarangan ini, remaja Sukarno bereaksi keras.

Remaja Sukarno (diperankan oleh Aryo Bimo) telah bertumbuh menjadi seorang pemuda yang aktif dalam kegiatan dan pidato-pidato politik menentang dan mengritisi sistem kolonialisme yang membelenggu Indonesia. Setamat di Technische Hoge School (sekarang ITB), Sukarno muda mendirikan Partai Nasional Indonesia. Sukarno telah memiliki istri yang setia mendampingi perjuangan politik dalam suka dan duka bernama Inggit Garnasih (diperankan Maudy Koesnaedy). Dia adalah ibu kost Sukarno yang sudah menjanda, saat Sukarno masih kuliah awal di Bandung dan kemudian menjadi istri Sukarno. Peranan Inggit cukup menonjol dalam film ini sebagai seorang perempuan yang setia mendampingi Sukarno saat dirinya menghadapi masa-masa sulit baik ketika di penjarakan di L.P. Sukamiskin Banceuy maupun saat di buang ke Pulau Ende. Kesetiaan Inggit bukan hanya dalam pendampingan melainkan mengeluarkan pembiayaan atas perjuangan politik Sukarno.
Suatu hari saat sukarno sedang berpidato, pidato politik Sukarno menimbulkan kemarahan Belanda sehingga harus dijebloskan penjara Banceuy (1929). Dalam penjara, Sukarno tidak berdiam diri dan terus membaca serta menganalisis yang dituangkan dalam tulisan-tulisan. Saat sidang Landraad di Bandung (1930), Sukarno membacakan pledoinya dengan cemerlang dan berapi-api yang kelak dibukukan dengan judul Indonesia Menggugat. Dalam pidatonya, Sukarno menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah dikarenakan mengritisi sistem kolonialisme dan membeberkan secara argumentatif. Pidatonya menggegerkan dunia internasional khususnya pemerintahan Belanda dan pada 31 Desember 1931, Sukarno dibebaskan sebelum masa tahanannya selesai. Akibat aktifitas politiknya paska pembebasan dari penjara dengan mendirikan Partai Indonesia (Partindo) dan memimpin majalah partai yang radikal dengan nama Fikiran Ra’jat, ahirnya pemerintahan Belanda membuang Sukarno ke Ende, Flores (1933). Namun karena sakit malaria, kemudian Sukarno dipindahkan ke Bengkulu (1938).

Pada saat sukarno berada di Bengkulu. Sehari-hari dia mengajar di sekolah Muhamadiyah. Di Bengkulu inilah Sukarno terlibat asmara dengan salah satu muridnya bernama Fatmawati (diperankan oleh Tika Bravani), murid yang cantik dan cerdas serta kerap bertanya di kelas. Inggit yang semula menerima keberadaan Fatmawati sebagai anak angkat mulai gerah dan bereaksi keras saat Sukarno menyatakan hendak memperistri Fatmawati. Pertengkaran kerap terjadi dalam rumah tangga Sukarno akibat kekecewaan Inggit dan ketidakbersediaannya untuk menjadi madu karena di polgami.

Jepang saat itu mulai memasuki wilayah Indonesia khususnya Jawa (1942) dan membawa perubahan radikal dan sistemik dalam kehidupan sosial dan politik Bangsa Indonesia saat masih dijajah oleh Pemerintahan Belanda. Pemerintahan Jepang mendekati Sukarno untuk mendukung propaganda Jepang yaitu 3 A yang terdiri dari Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia. Karena propaganda tersebut tidak berhasil, Jepang kemudian menarik perhatian rakyat Indonesia dengan mendirikan tentara PETA (Pembela Tanah Air). Namun pendirian PETA ini dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh pergerakan untuk menjadi pasukan yang kelak dipakai untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang dan menjadi cikal bakal Tentara Nasional IndonesiaTentara Pembela Tanah Air dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 berdasarkan maklumat Osamu Seirei No 44 yang diumumkan oleh Panglima Tentara Ke-16, Letnan Jendral Kumakichi Harada.
Saat menghantarkan Sukarno kembali ke Jakarta (9 Januari 1942) oleh pemerintahan Jepang. Dalam satu percakapan antara Sukarno dan Sakaguchi (diperankan Ferry Salim) perwira Jepang, terlontar pernyataan, “Walanda (Belanda) yang memenjarakan Anda namun Nipong (Nippon) membebaskan….!”, seraya meninggalkan Sukarno dan mengambil obor yang dipegangnya. Di Jakarta, Sukarno bertemu dengan teman-teman perjuangannya yaitu Muhamad Hatta (diperankan oleh Lukman Sardi) dan Syahrir (diperankan Tanta Ginting). Sukarno tinggal di rumah yang disediakan pemerintahan Jepang. Namun di Jakarta inilah, saat Sukarno menerima kebebasan dari pembuangan, Inggit pun menuntut kebebasan untuk tidak menjadi istri Sukarno dengan menuntut cerai. Tahun 1942, Sukarno bercerai dengan Inggit dan sekaligus menikah dengan Fatmawati dan melahirkan putra pertamanya bernama Guntur Sukarno Putra.

Sukarno, Hatta, Syahrir kerap terlibat diskusi dan perdebatan dalam melawan pemerintahan Jepang. Sukarno memilih jalan kooperasi (kerja sama) sementara Syahrir memilih jalan perlawanan fisik melalui PETA. Hatta berdiri netral sambil memberikan apresiasi terhadap kedua pandangan sahabat-sahabatnya itu.

Tanggal 8 September 1944, bendera Merah Putih diijinkan berkibar namun  hanya di wilayah Jawa saja. Saat itu pemerintahan Jepang telah  memberikan hadiah kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia namun pemerintahan Jepang di Indonesia tidak segera melakukan penyerahan melainkan mempersiapkan teknis secara bertahap melalui panitia persiapan kemerdekaan Indonesia.


Situasi Jepang paska pemboman Hiroshima dan Nagasaki diketahui oleh Syahrir melalui siaran radio yang dipasang secara rahasia di rumahnya. Kondisi ini membuat Syahrir mendesak agar Sukarno dan Hatta mengambil alih situasi dan menolak pemberian hadiah kemerdekaan oleh Jepang dan segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Sukarno dan Hatta berbeda pendapat dengan Syahrir. Mereka ingin kemerdekaan diproklamirkan melalui prosedur yang telah dipersiapkan, sekalipun oleh pemerintahan Jepang. Hal ini menimbulkan kemarahan Syahrir dan para pemuda yang sudah tidak sabar menginginkan kemerdekaan Indonesia diproklamirkan secepatnya. Para pemuda sempat menculik Sukarno dan Hatta, sekalipun bukan atas petunjuk Syahrir.

Dalam situasi genting ini, akhirnya Sukarno dan Hatta berhasil ditemukan dan terjadilah rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI adalah panitia yang bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebelum panitia ini terbentuk, sebelumnya telah berdiri BPUPKI namun karena dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan, maka Jepang membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Iinkai (Komite Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 7 Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 1 Juni 1945, sebuah persidangan di Volksraad telah membicarakan berbagai usulan Dasar Negara yang pada akhirnya pidato Sukarno mengenai Dasar Negara diterima dengan nama Pancasila.


Film ini ditutup dengan kisah heroik dan mengharukan saat naskah Proklamasi dibacakan dan bendera merah putih buatan Fatmawati dikibarkan. Bangsa Indonesia bersorak dan bersukacita atas kebebasan yang diproklamirkan, Inggit yang menenun sepi di Bandung pun turut bergembira atas berita kemerdekaan ini. Indonesia baru telah ditandatangani dan diproklamirkan, sebuah pintu masuk menuju jembatan emas – sebagaimana tulisan Sukarno- baru saja dimulai.

Selasa, 13 Oktober 2015

Kenangan Dan Kesendirian


Teater ini yang di sutradarai oleh Ibrahim Bhra dan juga naskahnya yang ditulis oleh Iruka Danishwara. Pementasan teater ini bertempat di auditorium gedung pusat lantai 7 Universitas PGRI Semarang pada hari kamis tanggal 08 Oktober 2015, yang di selenggarakan oleh teater tikar yang bertema mengancam kenangan.  Tokohnya ialah nyonya, anak lelaki, lelaki (suami nyonya).
Saat pementasan dimulai sorotan lampu tertuju pada pemain. Para penonton lansung bertepuk tangan karena teater akan dimulai. Musik yang mengiri pun sudah mulai terdengan sesuai dengan suasana teater itu. Pada teater ini di ceritakan seorang Nyonya yang dalam kesedihan karena terbayang oleh kenangan-kenangan yang tidak bisa hilang dari pikiran nya. Kenangan terhadap sosok suami si Nyonya yang telah meninggalkan nya. Sosok yang dulu pernah ada pada kehidupan nya kini sudah pergi entah kemana. Nyonya tersebut sebenar nya ingin menghilangkan bayang-bayang itu, tetapi bayang-bayang itu selalu membisik dalam benaknya. Bahwa ia berkata “Sembunyikanlah sedalam yang kau bisa. Tutupilah serapat yang kau mampu. Namun,kenangan tetap hadir,dimanapun kau berada”. Lalu wanita itu hanya terdiam dan menahan air mata .
Memang kenangan itu tidak bisa dilupakan , walaupun bisa tetapi akan ada waktunya kenangan itu bisa datang lagi. Seperti si nyonya yang teringat ketika tidak bisa menceritakan kepada anak lelakinya bahwa si ayah pergi tanpa alasan. Ke sebuah tempat yang entah ia tidak tau dimana. Tetapi anak lelakinya tidak ingin tahu dimana ayahnya ,melaikan ia hanya ingin tahu cerita-cerita tentang si Nyonya (ibu dari anak lelaki itu) tentang ayahnya saat awal mereka bertemu. Lalu Nyonya menjawab perihal pertanyaan anak lelaki nya “Tidak ada yang tau ayahmu ada dimana, Nak. Jadi, tidak perlu kau tau dimana ayahmu berada.”
Di pagi berikutnya, setelah Nyonya tidak dapat memejamkan mata, karena terbayang perihal pertanyaan anak lelaki nya. Dan kenangan itu datang lagi menemani, seperti mengutuk masa lalu, membayangi masa depan, bahkan mengutuk seluruh hidup Nyonya. Lalu Nyonya enggan menyapu teras rumahnya, debu dan kerikil itu dibiarkan mengotori rumah Nyonya. Dengan amarah yang sudah tidak tertahan, Nyonya menyinkirkan tiga piguran yang terpajang di ruang tamunya. Nyonya tidak akan memandangi dan menyentuhi jarinya ke atas pigura.
Nyonya teringat lagi tentang sebuah pagi dimana lelaki itu pergi meninggalkannya. Kemudian Nyonya berfikir untuk tidak ingin anak lelaki nya pergi juga seperti ayah nya. Maka Nyonya mendekap anak lelaki nya supaya tidak pergi, akan tetapi anak lelakinya melepaskan diri. Pergi juga akhirnya, entah kemana. Ketika harapan itu sudah tidak ada, sudah pupus sepenuhnya, maka aku memilih kenangan.
Begitulah wanita itu hanya terdiam tak bisa bercerita tentang apa yang sedang ia hadapi. Kemudian ia teringat lagi pada sebuah malam dimana suaminya pergi tanpa pamit kepada Nyonya. Bayangan itu lalu muncul lagi dibenak nya bahwa ia ingin tau cerita dari Nyonya. Sambil terus memaksa “Ayolah ceritakan kepadaku sesuatu. Mungkin kau bisa bercerita “ Nyonya masih saja tidak mau menceritakan nya.
Memang kenangan dan ingatan adalah dua hal yang berbeda. Seperti daun hijau yang lama-kelamaan kering dan gugur. Namun, kenangan itu selalu ada. Ingatan dan kenangan itu mungkin menjadi teman yang selalu berjalan beriringan sepanjang masa hidupku, dan hidupmu.
Menurut Nyonya yang dikatakan nya bahwa kenangan itu akan berhenti jika anak lelaki nya datang menemui nya. Tetapi menurut bayangan  itu, bahwa Nyonya sendiri yang akan menghentikan nya. Maka anak lelaki nya yang ia tunggu-tunggu itu masih belum menyadari juga perihal Nyonya yang selalu memandangi pigura anak lelaki nya yang sedang tersenyum bahagia.
Sepanjangan masa hidup kenangan itu akan semakin menjadi, semakin menumpuk dan tak akan ada habisnya. maka segala cara yang telah dilakukan untuk menghilangkan kenangan itu adalah percuma.
Kenangan itu akan selalu ada dibenak walaupun sesekali kita telah mencobanya untuk menghapus kenangan itu. Maka yang perlu kita petik dari kisah ini adalah maka kita harus move on dari setiap kenangan walaupun sulit untuk kita lupakan tetapi kita harus melupakan nya.


Rabu, 07 Oktober 2015

Blog Baru :D

Sebelum nya sih aku udah punya blog . Berhubung lupa kata sandinya yaudah deh bikin yang baru :D hehe *curcol
Bisa cek aja blog lama ku http://tentanghidupkublogspotcom.blogspot.co.id/  semoga bermanfaat ^^