Senin, 31 Oktober 2016

SASTRA YANG TAK PERNAH PADAM

3Buku, 3 Kritikus, 3 Pembaca, 1 Pengarang.
Oleh: Aulia Salsabila/3D/PBSI/15410150
            Pada hari Rabu tanggal 19 Oktober 2016 Universitas PGRI Semarang menyelenggarakan UPGRIS Bersastra dengan mengadakan bedah dan pembacaan karya Triyanto Triwikromo untuk merayakan Bulan Bahasa. Dengan judul 3 Buku, 3 Kritikus, 3 Pembaca, 1 Pengarang. Acara tersebut di isi oleh pembacaan puisi oleh Rektor Universitas PGRI Semarang Dr. Muhdi, S.H., M.Hum. Wakil rektor 1 Dra. Sri Suciati, M.Hum, dan kelompok musik Biscuittime. Tak hanya itu acara tersebut dihadiri Ketua Dekan FPBS Dra. Asropah, M.Pd. Selain itu di isi diskusi yang di isi oleh pakar posmodern Nur Hidayat, cerpenis S Prasetyo Utomo, dan pegiat buku Widyanuari Eko Putra. Bedah dan pembacaan karya Triyanto Triwikromo ini dimoderatori oleh kritikus sastra Harjito.
            Singkat perjalanan hidupnya Triyanto Triwikromo lahir di Salatiga, 15 September 1964. Lulus Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Semarang. Sebelum sebagai seorang sastrawan beliau pernah bekerja sebagai guru. Di samping bekerja sebagai redaktur sastra di harian Suara merdeka Semarang, dia juga menulis cerpen di Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, Suara Pembaharuan, Matra, Bernas, Jawa Pos, Pelita, Suara Merdeka, dan Republika.
            Selain sebagai seorang penulis, dia kerap mengikuti pertemuan teater dan sastra. Antara lain menjadi pembicara dalam “Pertemuan Teater Indonesia 1998” di Yogyakarta, mengikuti “Pertemuan Sastrawan Indonesia 1997” di Padang, dan menjadi aktivis Gerakan Revitalisasi Sastra Perdalaman.
            Beliau juga pernah membuat naskah sinetron yang berjudul Anak-Anak Mengasah Pisau yang digarap sutradara Dedi Setiadi. Pada tahun 1989 beliau dinobatkan sebagai penyair terbaik majalah Gadis. Tahun 1990 beliau dinyatakan sebagai salah seorang penyair terbaik versi Dirjen Kesenian RI. ''Mata Sunyi Perempuan Takroni'' terpilih sebagai salah satu cerpen terbaik Kompas 2002.
KARYA Triyanto Triwikromo:
Cerpenis yang dikatagorikan Korri Layun Rampan ke dalam “Angkatan 2000” ini beberapa cerpennya dianalogikan bersama cerpenis lain dalam:
1. Panorama Dunia Keranda (1991),
2. Kasidah Jalan Raya (1992),
3. Kicau Kepodang I (1993),
4. Ritus (1995),
5. Negeri Bayang-Bayang (1996),
6. Gerbong: Antologi Puisi dan Cerpen Indonesia Modern (1998),
7. Pintu Tertutup Salju (2000 bersama Herlina Solehan),
8. Rezim Seks dan Ragaula (2002),
9. Children Sharpening the Knives (2003),
10. kumpulan cerpen Sayap Anjing (2003).
Kumpulan Cerpen Terbarunya dibuat dalam dwibahasa (Inggris-Indonesia)
Cerpen-cerpen beliau antara lain,
1. “Tujuh Belas Agustus, Tampa Tahun” (1991),
2. “Monumen” (1991),
3. “Ritus Penyalipan” (1992),
4. “Labirin Kesunyian” (1992),
5. “Sepanjang Waktu dalam Penyalipan-Mu” (1993),
6. “Litani Kebinasaan”, (1993),
7. “Ninabobo Televisi” (1996),
8. “Cinta Tak Mati-Mati” (1997),
9. “Masuklah ke Telingaku Ayah” (1999),
10. “Mata Sunyi Perempuan Takroni” (2002),
11. “Sepasang Anjing Sepasang Cermin” (2002),
12. “Cermin Pasir” (2002),
13. “Sunyi Merambat Seperti Ular” (2002),
14. “Morgot” (2002),
15. “Ikan Asing dari Weipa – Nappranum” (2002),
16. “Cermin Pasir” (2002),
17. “Cinta Sepasang Kupu-Kupu” (2003),
18. “Genjer” (2003),
19. “Malam Sepasang Lampion” (2003),
20. “Cutdacraeh” (2003),
21. “Seperti Gerimis yang Meruncing Merah” (2003),
22. “Sayap Anjing” (2003),
23. “Aku, Ular, Surga Terakhirmu” (2003),
24. “Angin dari Ujung Angin” (2004),
25. “Malaikat Kakus” (2005),
26. “Sayap Kabut Sultan Ngamid” (2005),
27. “Lumpur Kuala Lumpur” (2005),
28. “Malaikat Tanah Asal” (2006),
29. “Belenggu Salju” (2007),
30. “Badai Bunga” (2007), dan
31. “Matahari Musim Dingin” (2007).

            Saat acara akan dimulai para mahasiswa FPBS sudah berkumpul di Balairung Universitas PGRI Semarang dengan suka cita. Dengan suasana hikmat acarapun dimulai. Sebelum bapak rektor membuka acara, kelompok musik Biscuittime menampilkan 3 buah lagu. Setelah selesai menampilkan beberapa lagu barulah rektor Universitas PGRI Semarang Dr. Muhdi, S.H., M.Hum membuka acara 3 Buku, 3 Kritikus, 3 Pembaca, 1 Pengarang. Tak lama setelah pembukaan, barulah puisi karya Triyanto Triwikromo yang berjudul Takziah dibaca oleh Bapak Rektor Dr. Muhdi, S.H., M.Hum dan puisi yang kedua yang berjudul Mereka Memalsukan Kisahku. Kedua puisi yang dibaca oleh Rektor Universitas PGRI Semarang menjadi sorotan oleh mahasiswa dan tamu undangan yang hadir. Tak menyangka bahwa ada suatu kejutan yang ditampilkan oleh bapak rektor yaitu dengan menampilkan nyanyian dengan iringan gitar sendiri. Seluruh yang hadir pada saat itu terkesima. Ternyata Rektor Universitas PGRI Semarang memiliki bakat terpendam yaitu bergitar sambil bernyanyi.
            Setelah itu Wakil Rektor 1 Dra. Sri Suciati, M.Hum. membacakan puisi karya Triyanto Triwikromo dengan judul Selir Musim Panas. Dengan penampilan cara membaca puisi yang berbeda dengan nada nembang  jawa yang berduet dengan mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris. Membuat bulu kuduk kami semakin terasa karena suara Wakil Rektor 1 Ibu Suci yang sangat merdu. Semua hadirin bertepuk tangan karena penampilan yang sangat memukau. Lalu penampilan kedua oleh mahasiswa Universitas PGRI Semarang yang menampilkan membaca puisi karya Triyanto Triwikromo. Dan menampilkan suatu Drama dengan dibacakan puisi-puisin karyanya. Dengan musik dan tata dekorasi yang apik serta penampilan yang menarik membuat semua yang hadir terkesima.
            Diskusi dan pembedahan 3 buku karya Triyanto Triwikromo pun dimulai, yang diisi oleh pakar posmodern Nur Hidayat, cerpenis S Prasetyo Utomo, dan pegiat buku Widyanuari Eko Putra. Bedah dan pembacaan karya Triyanto Triwikromo ini dimoderatori oleh kritikus sastra Harjito. Cerpenis S Prasetyo Utomo pun  membacakan sebuah puisi karya Triyanto Triwikromo yang dibaca dengan baik.

Setelah pembedahan selesai maka acara pun ditutup oleh Pesan dan kesan Triyanto Triwikromo yang terharu karena karyanya yang dikemukakan dimuka umum. Jadi lebih dikenal lagi oleh orang lain. Dengan perjalanan 30 Tahun  sebagai pengarang, hingga sekarang masih tetap menjadi seorang sastrawan yang belum pengsiun. Semoga karya bapak Triyanto Triwikromo menjadi inspirasi bagi kalangan masyarakat yang di Indonesia dan diluar Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar